T |
akir mungkin masih asing ditelinga segelintir orang, namun bagi suku Jawa takir tidak lagi asing. Takiran merupakan tradisi turun-temurun dari para sesepuh suku Jawa. Takir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI )Karya W.J.S. POERWADARMINTA berarti wadah atau tempat makan yang berasal dari daun pisang yang disemat dengan lidi pada kedua sisinya. Takiran dilaksanakan pada hari-hari besar islam, namun saat ini takiran tidak hanya dilakukan pada saat hari besar islam namun juga pada saat hari-hari yang istimewa.Seperti pada hari kemerdekaan Indonesia dan lain sebagainya. Pada garis besarnya sebenarnya takiran adalah rasa syukur dari penduduk desa kepada yang kuasa karena telah di beri keselamatan dan kemakmuran. Takiran di laksanakan di masjid desa setempat, namun ada pula yang dilaksanakan di tempat-tempat yang di yang strategis di desa tersebut, seperti di perempatan desa, alun-alun desa, lapangan dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan zaman takiran tidak hanya dilakukan oleh masyarakat suku jawa namun juga oleh suku-suku yang lain. Masyarakat desa berkumpul bersama tidak memandang status sosial dan budaya mereka. Mereka ramai-ramai membawa takir dari rumah masing-masing untuk dimakan bersama satu desa. Takir biasanya terbuat dari daun pisang yang di semat pada kedua sisinya, namun sekarang sudah banyak yang menggunkan pembungkus nasi yang lain.

Di Desa Totorejo Kecamatan Belitang II Kabupaten OKU Timur di mana saya saat ini tinggal takiran masih aktif dilaksanakan. Saya mewawancarai Sesepuh Desa Totorejo yaitu Mbah Solekhan (73) seusai melaksanakan takiran di masjid JAMI’, Beliau mengutarakan pendapat beliau tentang takir “ Sebenarnya takiran itu sendiri didalam ajaran Islam tidak ada, tapi karena takiran banyak membawa dampak baik, maka takiran ini boleh diadakan,dan juga takiran sendiri menambah kebersamaan masyarakat Desa Totorejo”. Selanjutnya saya menanyakan kepada beliau asal usul takiran, berikut penuturan dari Beliau, ” Kalau saya tidak tahu persis, karena takiran ini sudah ada sejak dulu, yang dibawa oleh para sesepuh terdahulu “
Di desa saya juga masih ada takiran yang dilaksanakan di perempatan jalan. Takiran ini dilaksanakan pada malam satu suro. Alasan mengapa takiran ini dilakukan di perempatan jalan karena untuk membuang sial di perempatan jalan yang sering terjadi kecelakaan. Ada pula yang dilaksanakan di lapangan desa atau pun di Balai Desa yang dilaksanakan untuk bersyukur kepada yang kuasa karena telah berhasil melaksanakan panen dan tanam baru. Ada juga yang dilaksanakan untuk memperingati hari besar Negara seperti yang dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2011 tepatnya pada pukul 19.00 wib kemarin dilaksanakan untuk memperingati hari Kesaktian Pancasila.
Pertama-tama sesepuh desa membaca doa yang diikuti oleh para penduduk desa, selanjudnya takir dibagikan dan dimakan bersama-sama. Para penduduk serentak makan bersama setelah sesepuh desa membaca doa makan, ada juga yang memilih di bawa pulang ke rumah untuk di makan bersama keluarga
Tradisi ini harus terus berlangsung karena budaya local ini dapat mempersatukan berbagai tingkat masyarakat berbeda,suku berbeda dan lainnya. Dan juga pemerintah ikut turun tangan untuk melestarikan budaya ini karena budaya ini hanya ada di Indonesia yang tercinta ini. Keikut sertaan pemerintah dapat melalui dana dan juga penetapan hari yang dapat di jadikan acuan pelaksanaan takiran bagi masyarakat Indonesia. Mungkin dengan takiran ini masyarakat Indonesia dapat bersatu dan berbagi bersama, dan menyampingkan perbedaan suku dan budaya.
Nama : Kurnia Magcia
Asal Sekolah : SMA NEGERI 1 BELITANG KAB OKU TIMUR
Alamat : Jl. MP Bangsa Raja 1001 Belitang
Facebook : Kurnia magimiliknya anex
Twitter : @magikuhibiniu
google+ : magi oneall band
e-mail : ecibangets@gmail.com
kurniamagi@yahoo.co.id
0 komentar:
Posting Komentar